Keseruan Bermain Tanpa Tekanan
Di tengah dunia game modern yang penuh dengan leaderboard, event musiman, dan notifikasi harian, rasanya ada yang hilang dari esensi bermain itu sendiri: keseruan tanpa tekanan. Sebagai seseorang yang tumbuh di era PlayStation, aku seringkali merasa bahwa pengalaman bermain di masa lalu jauh lebih memuaskan daripada kebanyakan game mobile saat ini. Bukan karena grafisnya, bukan pula karena teknologinya, tapi karena cara bermainnya: santai, bebas, dan penuh rasa ingin tahu.
Aku suka menikmati game dengan ritme yang aku tentukan sendiri. Tidak ada speedrun, dan tidak ada target waktu. Hanya aku dan dunia game yang disajikan. Misalnya saat bermain Downhill Domination, aku bukan hanya berusaha menang dalam balapan, tapi benar-benar tenggelam dalam keseruannya: mencoba trik-trik baru, menjelajahi jalur alternatif, dan merasakan adrenalin tanpa tekanan waktu. Atau saat bermain Sengoku Basara 2 Heroes, aku ingin menamatkan semua cerita, mengumpulkan semua item, dan menaikkan level setiap karakter. Karena aku sudah membeli konsolnya dengan uangku sendiri, maka aku ingin menikmati setiap detik dalam gamenya.
Aku sadar, para developer telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk membuat dunia yang hidup. Mereka merancang karakter, menyusun cerita, menciptakan map yang luas, misalnya di Grand Theft Auto: San Andreas, atau bahkan game Pokemon dengan fitur turn-base dan kelangkaan Pokemon yang khas. Sayang rasanya jika semua itu hanya dilewati dengan terburu-buru demi sebuah rekor atau sekadar ‘tamat cepat’. Bagiku, menelusuri setiap jalanan, mendengarkan setiap dialog, dan mencoba hal-hal kecil di dalam game adalah bentuk penghargaan terhadap karya mereka (para developer). Aku tidak hanya memainkan game, tetapi aku masuk ke dalam cerita gamenya.
Di sisi lain, saat aku mencoba bermain game mobile modern, aku justru merasa lelah. Alih-alih merasa bebas, aku merasa seperti sedang dikejar-kejar. Ada login harian yang membuatku merasa harus hadir, ada event terbatas yang “kalau dilewatkan, rugi besar”, dan ada ranking yang membuatku membandingkan diriku dengan pemain lain. Aku merasa tidak seperti bermain, tapi sedang menjalani rutinitas kerja. Ada perasaan bersalah jika tidak menyelesaikan misi harian, seolah-olah aku meninggalkan kewajiban. Dan yang lebih buruk, beberapa game tampaknya memang didesain bukan untuk dinikmati, tapi untuk membuat kita terus terlibat dan akhirnya, membayar (Mungkin lebih tepat kalau ditulis Top Up).
Di sinilah aku merindukan era di mana game tidak menuntut apa pun darimu, selain keinginan untuk bersenang-senang. Game klasik seperti Shadow of the Colossus, Okami, Basara, atau Harvest Moon yang membiarkanmu masuk ke dunia mereka tanpa beban, dan keluar dengan rasa puas. Tidak ada reward eksklusif mingguan, tidak ada sistem energi yang harus diisi ulang, tidak ada ranking yang menekan. Hanya ada satu hal: menikmati permainan.
Aku sadar, setiap orang punya cara bermainnya sendiri. Ada yang suka bermain santai, ada juga yang suka Speedrun, bahkan “kejar-kejaran” nama di leaderboard. Tapi untukku, bermain game bukan soal siapa paling cepat, siapa paling kaya, atau siapa paling tinggi rank-nya. Bermain game adalah tentang siapa yang paling bisa menikmati prosesnya.
Dan jika itu berarti kembali ke game-game lama, ke kaset-kaset PS2 yang sudah berdebu tapi penuh kenangan, aku tidak keberatan. Karena di sanalah aku menemukan kembali makna bermain yang sesungguhnya.